Misi UNIFIL dibentuk pada 19 Maret 1978 setelah invasi Israel ke Lebanon, melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB 425 dan 426.
Mandat awalnya untuk memastikan penarikan pasukan Israel, memulihkan perdamaian internasional, dan membantu Pemerintah Lebanon mengembalikan otoritasnya di wilayah tersebut.
Namun, baru pada 2000 Israel benar-benar menarik pasukannya dari Lebanon.
Di tahun 2006, setelah konflik mematikan antara Israel dan Hizbullah, Dewan Keamanan PBB memperbarui mandat UNIFIL melalui Resolusi 1701, mencakup tugas tambahan seperti:
Partisipasi TNI melalui Kontingen Garuda
Indonesia menjadi kontributor terbesar untuk misi UNIFIL dengan mengirimkan lebih dari 1.200 personel pada April 2024.
Kontribusi ini menempatkan Indonesia sebagai negara penyumbang pasukan terbanyak di misi UNIFIL, diikuti oleh India dan Ghana.
Dikutip dari situs resmi Kementerian Pertahanan RI, sejak pertama kali mengirim pasukan penjaga perdamaian pada 1957, TNI telah terlibat dalam berbagai misi di seluruh dunia, termasuk di Mesir, Kongo, Vietnam, dan Sudan.
Dalam misi UNIFIL, prajurit Indonesia kerap mendapat pengakuan atas profesionalisme mereka, termasuk penghargaan Medali PBB.
Pada 2020 lalu, prajurit TNI pernah menggagalkan perang antara Lebanon dan Israel. Saat itu, mereka berhasil mengadang Tank Merkava pasukan Israel.
Keikutsertaan TNI dalam misi UNIFIL tak hanya menunjukkan komitmen Indonesia terhadap perdamaian dunia, tapi juga meningkatkan kemampuan prajurit dalam menangani konflik nyata sekaligus mempromosikan produk alutsista Indonesia, seperti panser Anoa, di panggung internasional.
Ancaman dalam Menjalankan Misi
Namun, di tengah upaya menjaga perdamaian, Kontingen Garuda tidak luput dari ancaman.
Pada beberapa kesempatan, pasukan TNI di UNIFIL menjadi sasaran serangan, yang terbaru adalah insiden serangan tank Israel yang menghantam menara pengawas UNIFIL di Ras al-Naqoura, Lebanon Selatan. Serangan ini melukai dua personel TNI.