
ARYNA Sabalenka menunjukkan konsistensi luar biasa di turnamen Grand Slam. Dengan gaya permainan yang bertenaga dan efektif di berbagai permukaan, petenis peringkat satu dunia ini telah mencapai 12 semifinal dari 13 Grand Slam terakhir, termasuk di AS Terbuka kali ini, di mana ia akan menghadapi Jessica Pegula.
Namun, catatan impresif itu menyimpan fakta mengejutkan. Hanya tiga dari penampilan semifinal tersebut yang berujung pada gelar juara.
Sepanjang tahun ini, Sabalenka belum meraih trofi di tiga turnamen utama. Di final Australian Open, final French Open, dan semifinal Wimbledon, performa inkonsisten membuatnya menelan kekalahan pahit. Gelar Grand Slam terakhirnya diraih setahun lalu di New York, ketika mengalahkan Pegula.
Untuk memperbesar peluang juara kembali, Sabalenka kini bekerja sama dengan Max Mirnyi, juara 10 kali Grand Slam ganda. “Segalanya berfluktuasi dalam hidup. Kita bukan mesin atau robot,” kata Mirnyi usai latihan Sabalenka di Flushing Meadows.
“Dalam tenis, tidak selalu mungkin bermain sempurna. Tapi yang penting, dia konsisten sampai tahap akhir, dan itu menunjukkan dia selalu memberi dirinya kesempatan untuk menang.”
Mental dan Emosional
Sabalenka mengakui kegagalan di momen penting biasanya disebabkan hilangnya kontrol mental dan emosional. Di Melbourne, frustrasi menghadapi kekuatan Madison Keys; di Roland Garros, amarah akibat 70 kesalahan sendiri melawan Coco Gauff; dan di Wimbledon, ketakutan menghadapi keberanian Amanda Anisimova.
Mirnyi menekankan, “Bagus bahwa dia emosional, tapi kuncinya adalah mengendalikan emosi itu. Dengan pengalaman, dia akan semakin matang secara mental. Di sini, dia terlihat nyaman dan percaya diri di semua aspek permainan.”
Tetap Tajam di Tie-Break
Salah satu aspek di mana Sabalenka tetap solid adalah tie-break. Petenis asal Belarus ini memenangkan 17 tie-break terakhirnya, termasuk dua di US Open untuk melaju ke semifinal tanpa kehilangan set.
Namun, jeda panjang sejak pertandingan terakhir menimbulkan pertanyaan: apakah ini keuntungan untuk mengisi energi atau malah merusak ritme?
“Ini bisa tricky,” kata mantan juara Wimbledon Marion Bartoli di Sky Sports. “Timnya harus memastikan tubuh dan pikiran siap.”
Untuk menjaga ritme, Sabalenka tetap berlatih keras. Setelah mengetahui lawannya mundur, ia dan tim menghabiskan sekitar satu jam di lapangan untuk simulasi pertandingan. “Saya ingin bergerak dan mengeluarkan energi, seolah bermain pertandingan,” ujarnya. Latihan intens 45 menit berikutnya fokus pada berbagai aspek permainan dengan sedikit momen menyenangkan, termasuk latihan servis dengan menembakkan bola di antara kaki Mirnyi dan pelatih kebugarannya, Jason Stacy.
“Seorang pemain tenis harus bisa menunggu dan menghadapi situasi seperti ini,” tambah Mirnyi. “Dia tahu cara menghadapinya, jadi tidak masalah.”
Peluang All-American di Final
Jika Sabalenka kalah dari Pegula, Amanda Anisimova, unggulan kedelapan, berkesempatan melaju ke final AS Terbuka tunggal putri melawan sesama Amerika, pertama sejak 2017. Namun, ia harus menghadapi Naomi Osaka, dua kali juara US Open, di semifinal kedua Kamis ini.
Anisimova, yang kalah telak dari Iga Swiatek di final Wimbledon bulan lalu, berhasil membalas kekalahan itu dengan mengalahkan Swiatek di perempat final New York. “Ini pencapaian terbaik saya di AS Terbuka dan sangat istimewa,” kata Anisimova. “Saya percaya diri bisa bermain di level tertinggi.” (BBC/Z-2)