Jakarta -
Pemerintah tengah menggodok peraturan baru terkait dana pensiun tambahan wajib. Sejumlah asosiasi menyarankan beberapa hal mengenai rencana tersebut.
Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Syarif Yunus melihat rencana tersebut mempunyai tujuan yang baik. Pasalnya, pensiun yang diterima oleh pensiunan relatif kecil, yakni 10-15%. Padahal standar dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dana pensiun yang ideal sebesar 40% dari penghasilan terakhir yang diterima pada saat aktif.
Meski begitu, pemerintah harus hati-hati dalam menerapkannya. Dia pun menyarankan agar pemerintah membuat pilot project atau uji coba terlebih dahulu.
"Kalau saya menyarankan perlu kajian, nggak serta merta semua orang yang kerja (dikenakan). Mungkin dibikin dulu pilot project-nya di pekerja yang top level di atas Rp 10 juta baru nanti pekerja UMR," kata Syarif kepada detikcom, Selasa (10/9/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia juga mengusulkan agar pegawai dengan gaji di bawah UMR agar bersifat sukarela. Menurutnya, hal tersebut semakin menambah beban mereka.
Dia juga menegaskan agar semua masyarakat tetap mengawal rencana tersebut, mulai dari skema, dikelola siapa, hingga asal iurannya. Ketiga hal di atas sangat penting baginya lantaran dana yang dikelola bersifat jangka panjang dan melibatkan banyak orang.
"Yang perlu dikawal, soal skemanya kayak gimana, kedua soal providernya siapa, terus ketiga darimana asal iurannya perusahaan kah pekerja kah, bagaimana untuk membuat profesional menjadi tata kelola baik karena ini urusan duit orang di hari tua karena jangkanya panjang. Saya nggak apa-apa dipotong asal yang megang duit saya bener. Yang repot dipotong, duit saya hilang. Makanya mari kita kawal sama-sama mengenai rencana ini karena saya yakin rencana ini baik," jelasnya.
Sementara itu, Staf Ahli Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Bambang Sri Muljadi menyambut baik terkait rencana pemerintah tersebut. Meski begitu, dia menekankan pemerintah perlu adanya harmonisasi antar lembaga pengelola dana pensiun agar tidak semakin memberatkan bagi pekerja.
"Asosiasi itu kan dari industri, kalau industri sih sebetulnya pasti menyambut baik semua rencana pemerintah. Hanya saja rencana itu harus diharmonisasikan dengan lembaga lain. BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan sebagainya itu kan juga udah memungut dari pemberi pekerja. Dengan rencana itu apakah memberatkan tenaga kerja atau tidak, atau bagaimana," kata Bambang kepada detikcom.
Dia juga menyarankan agar peraturan tersebut diimbangi dengan beberapa alternatif, misalnya insentif untuk pengusaha. Dia menilai pemerintah juga mempertimbangkan kondisi keuangan pengusaha. Pasalnya, pengusaha atau pemberi kerja juga dikenakan tarif potongan dana pensiun bagi pekerjanya.
Apa pengusaha mampu atau tidak apabila ada tambahan potongan lagi. Jika tidak, hal itu akan berdampak pada kelangsungan perusahaan. Untuk itu, dia mendorong pemerintah agar memberikan insentif kepada pemberi kerja sebagai suntikan.
"Hanya saja kita sekarang harus melihat dulu kondisi daripada pemberi kerja itu seperti apa. Di samping kondisi keuangannya, dia kemampuan dan kemauan untuk membentuk dana pensiun seperti apa, kan, gitu. Saya harapkan iuran-iuran tadi juga ada kompensasi bagi pemberi kerja agar pemberi kerja itu aware terhadap ini. Kalau tidak ada kompensasinya, mungkin mereka juga enggan untuk membentuk itu, mungkin agak merasa keberatan," terangnya.
(das/das)