Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini China merasa khawatir akan kehadiran chip H20 buatan Nvidia (Chip AI Nvidia), yang diduga memiliki beberapa risiko keamanan, sehingga berpotensi mengancam privasi pengguna.
Mengutip Reuters, Senin (18/8/2025), melalui Cyberspace Administration of China (CAC), pemerintah China telah memanggil sejumlah perusahaan teknologi besar domestik seperti Tencent, ByteDance, dan Baidu untuk rapat.
Pertemuan ini diadakan untuk mengkonfirmasi dan memperlihatkan keterbukaan dari tujuan masing-masing perusahaan dalam membeli chip H20 Nvidia yang disinyalir memiliki risiko keamanan data.
Berdasarkan informasi yang beredar, CAC juga menekankan kebijakan kepada perusahaan teknologi untuk membeli chip buatan dalam negeri.
Kekhawatiran dan paksaan ini dilatarbelakangi oleh potensi terjadinya kebocoran data sensitif saat perusahaan China harus menyerahkan materi untuk tinjauan pemerintah AS dalam proses pembelian chip H20 Nvidia.
Meskipun belum ada larangan resmi dari pemerintah China, penekanan yang diterapkan oleh CAC berpotensi mengancam ladang bisnis Nvidia, terutama setelah mereka membuat chip H20 khusus untuk pasar China atas larangan ekspor yang diterapkan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS).
Melanjutkan permasalahan keuangan, tahun lalu, Nvidia dari China juga berpotensi mengalami kerugian sebesar USD 17 miliar atau sekitar Rp 274 triliun.
Awal Mula Permasalahan
Sebelum larangan pembelian chip H20 diterapkan, permasalahan ini berawal pada perhatian CAC terhadap pengajuan proposal yang dilakukan oleh AS atas penempatan fitur pelacakan lokasi pada chip ekspor.
Menurut Tilly Zhang, seorang analis Gavekal Dragonomics dari perusahaan riset ekonomi independen asal China, "Chip Nvidia sekarang dapat dibagikan untuk China. Mereka bisa dengan mudah ditempatkan di meja perundingan.”
Mengenai permasalahan ini, Beijing kemungkinan masih mengizinkan Nvidia karena inovasi dari produk mereka sangat dibutuhkan di negeri tirai bambu tersebut.
Kasus ini memperjelas sensitifnya posisi geopolitik global dalam industri pengembangan teknologi Artificial Intelligence (AI), salah satunya pembuatan chip berbasis kecerdasan buatan.
Eksalasi yang terjadi menyebabkan rasa kekhawatiran dan praduga berlebih akan adanya potensi konflik dari serangan backdoor yang bisa mengancam privasi pengguna produk di China, khususnya warga negara mereka.
Meskipun perkembangan teknologi khususnya di bidang militer terkadang membuat negara saingan merasa was-was, kenyataanya globalisasi masih harus terjadi untuk keberlangsungan kemajuan manusia.
Dampak Tuduhan Terhadap Hubungan AS-China
Tak dapat dipungkiri, hubungan AS dengan China terus memanas akibat adanya larangan dari kedua belah pihak dalam perdagangan internasional.
Larangan ekspor chip AI H20 ke China saja belum lama ini dicabut oleh AS, setelah berlaku beberapa bulan silam. Di sisi lain, China sedang berusaha keras untuk mengurangi upaya ketergantungan mereka terhadap chip buatan AS.
Namun, permintaan kebutuhan pasokan chip Nvidia kian tinggi pada beberapa sektor seperti akademik dan industri tidak dapat dihindari.
Buktinya, belum lama ini pemesanan sejumlah 300.000 chip AI H20 oleh Nvidia ke TSMC menjadi indikator akan tingginya kebutuhan di pasar teknologi.
Di tengah tingginya permintaan ini, pemerintah AS justru mengambil langkah pragmatis. Mereka membuat kesepakatan unik untuk mendapatkan 15 persen pendapatan dari penjualan chip canggih Nvidia.
Sementara itu, karena CAC sibuk menerapkan larangan pembelian chip H20 Nvidia, kebijakan ini berimbas langsung pada perusahaan teknologi China yang berada dalam posisi sulit.
Efek nyatanya, perusahaan seperti Tencent, ByteDance, dan Baidu terjebak di antara kebutuhan akan teknologi canggih dan tekanan untuk mendukung agenda kemandirian nasional.