Jakarta -
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyerahkan 15 Sertipikat Hak Pengelolaan (HPL) tanah ulayat kepada 9 perwakilan Masyarakat Hukum Adat (MHA). Dengan demikian, pada era AHY, terdapat percepatan berupa penambahan tujuh masyarakat adat yang berhasil diwujudkan sertipikat hak atas tanah ulayatnya.
Adapun sebelumnya, Kementerian ATR/BPN sudah menancapkan tonggak pertama untuk dua masyarakat hukum adat. Sebagaimana diketahui, tanah ulayat merupakan perwujudan kepemilikan komunal yang mencerminkan hubungan mendalam antara masyarakat adat dengan lingkungannya. Menurut AHY, hubungan ini tidak hanya bersifat fisik, namun juga spiritual, kultural, dan sosial yang melindungi dan memelihara masyarakat itu sendiri.
"Kami akan memastikan bahwa setiap tanah ulayat masyarakat adat kami disertipikasi, juga untuk memberikan kepastian hukum, serta untuk melindungi tanah, dan orang-orang yang berhak menerimanya," ujar AHY dalam keterangan tertulis, Jumat (6/9/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini disampaikannya saat penyerahan setripikat yang dilakukan dalam Konferensi Internasional tentang Pendaftaran Hak atas Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat di Indonesia dan Negara-negara ASEAN di The Trans Luxury Hotel, Bandung pada Kamis (5/9/2024)
Untuk memperkuat perlindungan masyarakat adat, Kementerian ATR/BPN juga melakukan penerbitan regulasi Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Administrasi Pertanahan dan Pendaftaran Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
"Kementerian ATR/BPN telah mengambil tindakan tegas dengan membuat regulasi yang kuat untuk mengelola tanah adat. Pada tahun 2021, kami memperkenalkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 yang memberikan Hak Pengelolaan untuk tanah ulayat. Ini merupakan tonggak penting. Selanjutnya tahun 2024 ini, atas arahan saya, kami telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 14, untuk menjamin pelaksanaan efektif administrasi pertanahan dan pendaftaran hak atas tanah adat bagi Masyarakat Hukum Adat kami," jelas AHY.
Terkait pendaftaran tanah ulayat di Indonesia, AHY menjelaskan hingga saat ini Kementerian ATR/BPN telah menerbitkan 24 Sertipikat Hak Pengelolaan (HPL) untuk tanah ulayat yang mencakup hampir 850.000 hektare tanah di Sumatera Barat, Papua, Jawa Barat, Bali, dan Jambi. "Tahun ini, kami telah menetapkan target untuk melakukan sertipikasi tambahan untuk 10.000 hektare di empat provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Selatan," ungkap AHY.
Adapun 15 sertipikat yang diserahkan kali ini meliputi 1 Sertipikat HPL tanah ulayat untuk MHA Mukim Siem, Aceh; 1 untuk MHA Mukim Seulimeum, Aceh; 4 untuk MHA Dayak Iban Menunga Sungai Utik, Kalimantan Barat; 1 untuk MHA Dayak Iban Menua Ungak, Kalimantan Barat; 2 untuk MHA Dayak Iban Menua Kulan, Kalimantan Barat; 1 untuk MHA Ketemenggungan Dayak Sami, Kalimantan Barat; 3 untuk Kerapatan Adat Nagari (KAN) Tanjuang Bonai, Sumatera Barat; 1 untuk MHA Kampung Naga, Jawa Barat; dan 1 untuk MHA Asahduren, Bali.
Sebagai informasi, dalam konferensi ini, hadir ratusan peserta yang berasal dari berbagai negara. Beberapa di antaranya perwakilan World Bank, World Resources Institute, perwakilan Lembaga Pertanahan Luar Negeri se-Asia Tenggara: perwakilan National Committee of Indigenous People (NCIP) Filipina, perwakilan Department of Agriculture Land Management (DALAM) Ministry of Agriculture and Forestry of Laos, perwakilan Office of the National Land Policy Board Thailand, perwakilan Department of Land Thailand; perwakilan Masyarakat Hukum Adat dari 9 provinsi di Indonesia; peserta dari Kementerian ATR/BPN; perwakilan dari kementerian terkait; para akademisi, organisasi mahasiswa, dan perwakilan beberapa universitas yang aktif dalam meneliti dan memperjuangkan masyarakat hukum adat di Indonesia.
(akn/ega)