Liputan6.com, Jakarta - Guna meningkatkan kualitas layanan pasien, rumah sakit di bawah naungan EMC Healthcare mulai memadukan layanan dokter dengan teknologi artificial intelligence (AI).
Dalam dua pekan terakhir, EMC menerapkan teknologi InterSystems IntelliCare™, sebuah sistem rekam medis elektronik berbasis AI.
"InterSystems IntelliCare™ adalah sistem informasi rumah sakit yang sudah dilengkapi AI. Kami cukup bangga karena EMC menjadi yang pertama di dunia yang mengimplementasikan IntelliCare," kata IT Director EMC Healthcare, Wildan A Djohany, di sela acara Asia Healthcare Summit 2025.
Menurut Wildan, sistem berbasis AI ini memudahkan dokter dalam mengakses rekam medis pasien. Sebelum adanya AI, dokter kerap kesulitan karena harus membuka banyak menu dan mengklik berulang kali untuk mendapatkan data yang dibutuhkan.
"Dengan AI, dokter bisa menanyakan langsung informasi yang diperlukan, mirip seperti menggunakan ChatGPT. Misalnya, 'Tolong informasikan hasil lab pasien dua bulan terakhir untuk gula darah'. Jadi, dokter bisa melakukan prompting di dalam sistem sehingga data pasien lebih cepat diakses," ujarnya.
Penggunaan AI di Dunia Medis Harus Hati-Hati
Meski begitu, Wildan menekankan bahwa penggunaan AI di dunia kesehatan harus sangat hati-hati. Hasil keluaran AI berperan penting dalam pengambilan keputusan medis.
"InterSystems sebagai pengembang AI global sudah berhati-hati dalam menciptakan IntelliCare™. Mereka tidak menggunakan konteks di luar data yang memang sudah disediakan," ujarnya.
Wildan menyampaikan bahwa EMC baru menggunakan IntelliCare™ sejak 18 Agustus 2025. "Jadi baru sekitar dua minggu, tapi kita sudah mulai, sudah ada beberapa dokter yang sudah kita kasih otoritas untuk bisa mengakses yang namanya asisten klinis yang seperti ChatGPT tadi. Ada juga AI yang sifatnya merekam percakapan," katanya kepada Health Liputan6.com.
Lebih lanjut, Wildan, menjelaskan, ketika pasien melakukan konsultasi, apa yang diucapkan dokter dan pasien akan direkam dan rekaman ini akan sekaligus masuk ke dalam EMR (Electronic Medical Records) pasien.
"Juga kalau dokter mau meresepkan pasien, apa yang dokter katakan itu bisa langsung masuk ke halaman order di sistem," tambahnya.
Dengan demikian, dokter bisa lebih fokus ke pasien ketimbang mencatat keluhan-keluhan secara manual dalam proses asesmen.
Kurangi Penggunaan Kertas
Dari dokter yang sudah melakukan uji coba, Wildan menilai mereka sangat terbantu karena mereka tidak perlu menulis lagi pasalnya apa yang dibicarakan sudah otomatis terekam dan masuk ke dalam sistem.
"Jadi, dokter tinggal mengoreksi kalau-kalau ada pelafalan yang keliru atau enggak pas. Menurut saya akurasinya 99 persen karena dari waktu ke waktu versinya berkembang," katanya.
Manfaat lain yang dirasakan adalah pengurangan penggunaan kertas. Zaman dulu, kata Wildan, sebelum adanya digitalisasi hampir semua RS EMC menggunakan kertas untuk menuliskan rekam medis.
"Tapi, secara bertahap, sejak 2022 kami sudah melakukan transformasi digital, di mana dokter sudah tidak menggunakan lagi kertas untuk menulis rekam medis tapi sudah menggunakan elektronik," ujar Wildan.
Dari sisi regulasi, ada pula Peraturan Menteri Kesehatan yang mewajibkan seluruh dokter dan RS untuk menggunakan rekam medis elektronik.
Bagaimana Keamanan Datanya?
Terkait keamanan data pasien, Wildan mengatakan bahwa pengamanan siber menjadi hal yang amat penting di dunia rumah sakit.
"Karena memang data kesehatan itu konon lebih berharga dari data keuangan. Nah itu yang benar-benar kita jaga untuk memastikan bahwa security bridge (celah keamanan) itu bisa diminimalkan atau ditiadakan," katanya.
"Kami dari waktu ke waktu selalu meningkatkan sistem keamanan informasi kami. Terakhir kami juga melakukan yang namanya penetration test. Jadi, kami pura-pura diserang oleh hacker, hacker (peretas) itu sebenarnya kami hire (rekrut) untuk mencari kelemahan sistem kita."
Dengan upaya ini, maka celah-celah keamanan bisa diketahui dan segera dibenahi.