Rita Maliza
Riset dan Teknologi | 2025-08-16 16:06:13
Setiap musim hujan, demam berdarah dengue (DBD) kembali menjadi ancaman serius di Indonesia. Menurut data Kementerian Kesehatan RI, sepanjang tahun 2024 terjadi 244.409 kasus DBD yang mengakibatkan 1.430 kematian. Sebagian besar pasien pulih dalam beberapa hari, tetapi sekitar 6% berkembang menjadi kondisi kritis seperti dengue shock syndrome (DSS) yang ditandai perdarahan hebat dan kegagalan organ. Mengapa sebagian orang selamat sementara lainnya tidak? Rahasianya mungkin tersembunyi dalam kode genetik kita. Perbedaan kerentanan ini kini mulai terungkap melalui penelitian genetik terkini.
Studi ini berakar dari temuan penting satu dekade lalu. Pada 2011, riset genom skala besar di Vietnam mengidentifikasi dua gen: MICB dan PLCE1, yang berkaitan dengan risiko DSS. Temuan ini kemudian divalidasi pada populasi Thailand tahun 2014. Kini, kolaborasi peneliti Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Andalas, dan Taipei Medical University mengonfirmasi relevansinya di Indonesia dan Taiwan.
Studi yang melibatkan 160 pasien Indonesia di Yogyakarta dan 273 pasien Taiwan ini menemukan fakta mengejutkan: pasien Indonesia pembawa varian MICB rs3132468 memiliki risiko tiga kali lipat lebih tinggi mengalami DSS. Gen MICB (varian rs3132468) berperan dalam mengaktifkan sel Natural Killer (NK) untuk melawan sel terinfeksi virus. Mekanismenya terkait penurunan produksi protein MICB yang melemahkan respons imun. Sementara gen PLCE1 (varian rs3740360) mengatur kestabilan pembuluh darah melalui protein Rho GTPase. Pada pasien dengan infeksi kedua kali (secondary infection), varian ini meningkatkan risiko dengue hemorrhagic fever (DHF) sebesar 2,5 kali lipat akibat gangguan integritas pembuluh darah.
Perbandingan epidemiologi antara Indonesia dan Taiwan mengungkap perbedaan mencolok. Dari 160 pasien Indonesia (2020-2022), 6,25% mengalami DSS. Sementara di antara 273 pasien Taiwan (wabah 2015), tidak ditemukan satupun kasus DSS. Perbedaan ini dipengaruhi dua faktor utama: profil usia pasien Indonesia yang lebih muda (rata-rata 17 tahun versus 50 tahun di Taiwan) dan akses layanan kesehatan yang lebih cepat di Taiwan. Konsistensi data terlihat dari tingkat trombositopenia, 77,5% pasien Indonesia mengalaminya, berbanding 26,74% di Taiwan.
Dibuat menggunakan Biorender
Temuan ini membuka peluang pengembangan strategi prediktif. Skrining varian MICB rs3132468 dapat mengidentifikasi pasien berisiko DSS untuk perawatan lebih dini. Sementara pemantauan ketat kebocoran plasma dapat diterapkan pada pasien infeksi sekunder pembawa PLCE1 rs3740360. Pendekatan ini berpotensi menjadi alat bantu keputusan klinis yang presisi.
Meski menjanjikan, peneliti menegaskan genetika bukan penentu tunggal keparahan DBD. Faktor lingkungan, respons imun, dan kualitas layanan kesehatan tetap memegang peran kritis. Pencegahan klasik seperti pemberantasan sarang nyamuk (3M Plus) dan kewaspadaan saat musim hujan tidak dapat digantikan. Terlebih di Indonesia yang menghadapi tantangan iklim tropis, sirkulasi empat serotipe virus dengue, dan kepadatan penduduk.
Ke depan, informasi genetik ini dapat mengoptimalkan sistem kewaspadaan dini di daerah endemik. Riset lanjutan dapat mendorong pengembangan terapi target seperti inhibitor Rho GTPase untuk mencegah kebocoran plasma. Kolaborasi multidisiplin menjadi kunci untuk mentransformasi temuan laboratorium menjadi perlindungan nyata bagi masyarakat.
Referensi: Faridah et al. (2023). Genetic Association Studies of MICB and PLCE1 with Severity of Dengue in Indonesian and Taiwanese Populations. Diagnostics, Vol 13, Issue 21
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.