Jakarta -
Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menjelaskan soal sanksi pemotongan 20% penghasilan terhadap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Dia menyebutkan pemotongan tak hanya gaji pokok, tapi termasuk tunjangan.
"Penghasilan itu banyak, jadi bukan hanya gaji. Di sini ada penghasilan, penghasilan banyak, gaji pokok, tunjangan jabatan, ini semua namanya penghasilan. Berapa besarnya, saya sendiri nggak tahu, nanti Anda tanya sama Sekjen (KPK)," kata Tumpak di gedung ACLC, Jakarta Selatan, Jumat (6/9/2024).
"Sekjen yang mengetahui itu, berapa penghasilan seorang pimpinan KPK di KPK. Ini penghasilan resmi ya, bukan yang tidak resmi," tambahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, Ghufron dihukum potongan penghasilan 20% per bulan selama 6 bulan. Namun masa jabatan Ghufron akan berakhir pada Desember 2024 atau tak sampai 6 bulan.
"Berapa? Aku tidak tahu jumlahnya. Dipotong 20%, nanti Sekjen yang memotong. Nah ini 6 bulan, dia mungkin tak sampai 6 bulan sudah tidak lagi (menjabat), ya sudah lah tidak ada lagi mau bilang apa," katanya.
"Tapi kalau masih ada ya potong aja sampai 6 bulan, gitu. Nggak ada masalah. Kalau terpilih lagi potong aja," tambahnya.
Sanksi Etik Ghufron
Dewas KPK menyatakan Nurul Ghufron melakukan pelanggaran etik. Dewas KPK pun menjatuhkan sanksi etik sedang kepada Ghufron.
"Menyatakan Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi," kata Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di kantornya, Jumat (6/9).
"Menjatuhkan sanksi sedang berupa teguran tertulis, yaitu agar Terperiksa tidak mengulangi perbuatannya dan agar Terperiksa selaku pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan menaati dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku KPK dan pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan di KPK sebesar 20 persen selama 6 bulan," sambungnya.
Dalam persidangan, Dewas KPK menilai Nurul Ghufron tidak terbukti melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf a Perdewas Nomor 3 Tahun 2021 yang melarang insan KPK melakukan hubungan langsung dengan pihak terkait perkara di KPK. Dewas KPK mengatakan tidak ada nama Kasdi Subagyono yang saat itu menjabat Sekjen Kementan dalam dokumen pengumpulan informasi dari Deputi Inda KPK ke Pimpinan KPK terkait dugaan korupsi di Kementan pada 2021.
Namun Dewas menyatakan Ghufron terbukti melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf b Perdewas Nomor 3 Tahun 2021. Dewas menyatakan Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruhnya sebagai pimpinan KPK dengan menghubungi Kasdi Subagyono terkait mutasi ASN bernama Andi Dwi Mandasari.
Dewas mengatakan mutasi Andi langsung disetujui setelah Ghufron menelepon Kasdi. Padahal mutasi Andi sudah ditolak dan Andi mengajukan pengunduran diri.
(azh/haf)