PRESIDIUM Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) Herdiansyah Hamzah menyebut rangkaian pernyataan pejabat pemerintah soal bencana Sumatera menunjukkan absennya pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan, termasuk terkait kebijakan kebencanaan.
Herdiansyah menilai elite di sekitar lingkar kekuasaan kerap mengeluarkan pernyataan yang tidak berpijak pada data lapangan dan analisis akademik. Ia mencontohkan berbagai klaim pejabat yang keliru mengenai infrastruktur, energi, hingga mitigasi bencana.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“Itu pertanda bahwa ini adalah politik anti-science. Keputusan-keputusan politik tidak berdasarkan kajian akademik, tidak berdasarkan fakta, tidak juga mendengar perspektif korban,” ujar Herdiansyah, dalam konferensi pers KIKA secara daring, Senin, 8 Desember 2025.
Ia merujuk pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia soal 93 persen wilayah Aceh telah teraliri listrik; pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyamakan sawit sebagai pohon untuk membenarkan kebijakan tertentu; hingga komentar Kepala BNPB yang menyebut ribut-ribut soal bencana hanya terjadi di media sosial.
Menurut dia, kegagalan itu terlihat dari minimnya komunikasi sejak awal oleh pemerintah dengan warga terdampak di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara—daerah yang kini menghadapi kerusakan meluas, ribuan pengungsi, serta korban jiwa.
“Mereka tidak pernah bicara dengan masyarakat di Aceh, tidak pernah bicara dengan masyarakat di Sumatera Barat dan Sumatera Utara,” kata Herdiansyah.
Herdiansyah menyebut pos penanggulangan bencana di BNPB tertinggal jauh dibanding alokasi bagi sejumlah proyek strategis nasional. Ia menyinggung proyek Mass Rapid Transit berbasis MBG dan Koperasi Merah Putih yang disebutnya menyedot anggaran besar.
“Kalau pos pendanaan penanggulangan bencana hanya tersisa Rp 491 miliar, sementara MBG memakan Rp 1,2 triliun per hari, itu jauh sekali,” ujar dia.
KIKA menilai prioritas anggaran yang tidak memadai itu menunjukkan wajah pemerintahan yang gagal membaca skala kedaruratan bencana. Herdiansyah memperingatkan kelambanan penanganan pemerintah dapat memperburuk kondisi warga di tiga provinsi terdampak.
“Kalau Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat belum diprioritaskan, maka rezim ini ikut membiarkan warga mati bukan karena banjir, tapi karena kelaparan,” katanya.
Ia mendesak pemerintah segera menjadikan wilayah-wilayah terdampak sebagai prioritas nasional dalam kebijakan kebencanaan, alih-alih meneruskan proyek-proyek besar yang tidak berkaitan langsung dengan keselamatan warga. “Prioritas sekarang adalah bagaimana politik kebencanaan memusatkan perhatian untuk penyelamatan warga di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat,” ujar Herdiansyah.

7 hours ago
5


























:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5378185/original/075981100_1760216848-AP25284735312485.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5378189/original/057508300_1760218015-AP25284765147801__1_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5373515/original/005480400_1759823965-WhatsApp_Image_2025-10-07_at_14.42.51.jpeg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5378190/original/039584900_1760218805-haaland_norwegia_israel.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5379757/original/042945100_1760361661-1.jpg)





:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5149557/original/032636000_1740992613-non-explicit-image-child-abuse.jpg)