Jakarta -
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkap modus yang dilakukan oleh pelaku penyeludupan benur atau benih bening lobster (BBL) di Parung Panjang. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono mengatakan penyelundupan dilakukan melalui jalur udara dan menggunakan koper.
"Jadi dari nelayan dibawa ke gudang transit kemudian dilakukan penyegaran. Lokasi dipilih dekat dengan bandara supaya lebih dekat mobilisasi. Ini daerah Parung. Koper-koper dibawa dari kurir, dibawa melalui pesawat," ungkapnya dalam konferesi pers, Senin (9/9/2024).
Penyelundup benur di Parung Panjang beraktivitas di gudang Perumahan Sentra Land, Jalan Pisang Raya Blok K11 No 2, Parung Panjang, Kabupaten Bogor. Ipunk mengatakan gudang itu merupakan tempat transit atau penyegaran dan packing ulang BBL.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam paparannya, sebelum dipacking ulang benur yang didapatkan pelaku dari nelayan disimpan terlebih dahulu. Kemudian direpacking ulang secara kering, barulah disimpan di koper.
Selanjutnya, koper akan dibawa oleh kurir dibawa menggunakan mobil menuju bandara. Kemudian koperman-koperman akan membawa melalui pesawat dan diselundupkan ke tempat atau negara tujuan.
Ipunk menyebut aktivitas penyelundupan dilakukan oleh 6 orang pelaku. Pengiriman BBL ini juga dilakukan sebanyak 6 kali, pengirimannya dilakukan 2 sampai 3 kali seminggu. Dalam paparannya, para pekeja diupah dalam satu pengiriman Rp 100 per ekor.
"Pengirimannya sudah berangsur-asur, ada yang 40.000, 50.000 ekor sampai 100.000 ekor," ungkapnya.
Para 6 terduga yang melakukan kegiatan penyegaran dan pengemasan ulang BBL tanpa dilengkapi perizinan berusaha telah Melanggar Pasal 27 Angka 26 jo. Pasal 27 angka 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang atas perubahan Pasal 92 Jo Pasal 55 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan;
"Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia melakukan usaha perikanan yang tidak memiliki perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 1.500.000.000," bunyi aturan tersebut.
(ada/rrd)