Jakarta (ANTARA) - Presiden AS Donald Trump secara resmi memberlakukan tarif impor "timbal balik" antara 15 hingga 50 persen terhadap 67 negara, efektif mulai 7 Agustus 2025.
India dan Brasil terkena tarif tertinggi sebesar 50 persen, Laos dan Myanmar 40 persen, dan Swiss 39 persen. Ekspor Indonesia ke AS kini dikenai tarif 19 persen, salah satu yang terendah di Asia Tenggara setelah Singapura (10 persen), tapi tetap menjadi beban signifikan bagi perdagangan nasional.
Kebijakan ini, yang secara luas diyakini bertujuan mengisolasi China, diperkirakan bisa mengarah pada tiga kemungkinan akhir.
Skenario pertama, AS keluar sebagai pemenang besar. Negara mitra, termasuk China, terpaksa menerima ketentuan tarifnya.
Dalam skenario ini, keberhasilan AS menekan defisit perdagangan dan menarik kembali industri manufaktur akan mengubah keseimbangan rantai pasok global, menjadikan AS pusat manufaktur dan investasi.
Persaingan di pasar AS akan kian ketat, dan tarif 19 persen berpotensi mengikis daya saing ekspor Indonesia seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur. Arus investasi bisa bergeser ke AS, mengurangi minat investor ke Indonesia.
Strategi terbaik bagi Indonesia adalah mengurangi ketergantungan pada AS dengan memperdalam perdagangan di ASEAN, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin, memperkuat konsumsi domestik melalui peningkatan upah dan dukungan UMKM, serta mengembangkan industri bernilai tambah tinggi seperti teknologi hijau dan produk halal.
Skenario kedua, China justru menjadi pihak yang unggul. Jika Beijing mampu bertahan dari tekanan dan memperluas jaringannya, China bisa memimpin rantai pasok global, terutama di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
Inisiatif Sabuk dan Jalan akan meluas, dan penggunaan sistem keuangan alternatif di luar dolar AS akan meningkat. Indonesia bisa memanfaatkan peluang ini dengan memperluas ekspor ke pasar China yang tumbuh pesat dan menerima investasi infrastruktur.
Baca juga: Dunia usaha bersiap perluas pasar sambil tunggu hasil negosiasi tarif
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.