Menakar urgensi misi ekologis dalam pidato kenegaraan Presiden

14 hours ago 1
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

Jakarta (ANTARA) - Pidato kenegaraan perdana Presiden Prabowo Subianto dalam sidang MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI, Jumat (15/8), menandai babak baru kebijakan sektor lingkungan di Indonesia. Dengan nada tegas, Presiden menekankan tak ada pihak yang boleh menghalangi pemerintah menertibkan perkebunan sawit dan tambang ilegal.

Langkah ini ditegaskan bukan hanya untuk menutup kerugian negara ratusan triliun rupiah per tahun, tetapi juga melindungi hutan, ekosistem gambut, dan sungai dari kerusakan parah.

Pernyataan tersebut, yang absen dalam pidato kenegaraan presiden setidaknya satu dekade terakhir, menjadi pesan politik bahwa negara hadir memperkuat kedaulatan sumber daya alam dan memperbaiki tata kelola hutan serta lahan kritis.

Prabowo mengungkap jutaan hektare perkebunan sawit beroperasi di luar hukum. Dari 3,7 juta hektare yang terverifikasi melanggar aturan, 3,1 juta hektare telah dikuasai kembali negara.

Sebagian bahkan berada di kawasan hutan lindung, konservasi, bahkan juga ada pemegang izin konsesi tidak melaporkan luas perkebunannya hingga mengabaikan panggilan audit dari otoritas keuangan negara. Presiden juga menyinggung adanya putusan pengadilan inkrah 18 tahun lalu yang tak pernah dieksekusi, fakta ini semakin membuktikan belum tajamnya penegakan hukum.

Melalui Perpres Nomor 5/2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan, pemerintah menegaskan landasan hukum untuk merapikan sektor kehutanan. Urgensinya jelas, jika sawit legal saja menjadi sorotan global karena deforestasi, keberadaan jutaan hektare sawit ilegal menimbulkan pertanyaan besar di mana aparat berada selama puluhan tahun terakhir?.

Selain sawit, presiden menyebut 1.063 tambang ilegal dengan potensi kerugian Rp300 triliun per tahun. Angka itu mencolok bila dibandingkan kebutuhan anggaran pendidikan dan kesehatan nasional.

Sejatinya kerugian bukan hanya secara finansial, tetapi juga kerusakan lingkungan serius. Dari Gunung Kuda Cirebon Jawa Barat, Bukit Serelo Lahat Sumatera Selatan hingga sungai di Luwu Sulawesi Selatan, aktivitas pertambangan liar menimbulkan ancaman banjir bandang, longsor, hilangnya air bersih, dan degradasi pertanian.

BNPB mencatat sepanjang 2024, ada 5.500 lebih bencana, mayoritas hidrometeorologi basah seperti banjir dan longsor. Alih fungsi hutan dan pertambangan liar berkorelasi dengan tingginya angka kerentanan ini.

Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan misalnya, menjadi contoh dari hasil kajian salah satu lembaga advokasi lingkungan nonpemerintah mendapati dari 430 ribu hektare hutan, ratusan hektare hilang di wilayah konsesi tambang. Puncaknya tahun 2024, banjir setinggi tiga meter melanda 52 desa, menewaskan 13 orang. Longsor di jalan poros Bonglo - Palopo merenggut lima nyawa, empat di antaranya masih terkubur material yang dalam.

Tahun 2025 juga diwarnai bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Hingga 1 Agustus, sekitar 8.955 hektare terbakar, mayoritas gambut. Di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau, enam hektare terbakar di area sawit ilegal seluas 775 hektare. Fakta ini menegaskan bahwa penertiban bukan sekadar simbol, tetapi menyangkut keberlangsungan ekosistem.

Pesan politik presiden makin tegas saat menekankan tak ada pihak kebal hukum, termasuk jenderal aktif, purnawirawan, pebisnis, hingga elite politik. Bahkan kader Gerindra, partai yang dipimpin Prabowo itu tidak akan mendapat perlindungan bila terlibat perkebunan sawit-tambang ilegal, atau menjadi saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator).

Pernyataan spektakuler Presiden ini agaknya menjadi ujian sekaligus pembuktian, apakah aparat penegak hukum benar-benar berani menghadapi aktor kuat di balik bisnis sawit dan tambang ilegal ?


Karbon yang hilang dan kredibilitas pasar

Dari sisi ekologis, jutaan hektare sawit ilegal di kawasan hutan merusak cadangan karbon Indonesia. Hutan tropis menyimpan 550–900 ton CO2e per hektare. Dengan perhitungan konservatif, 3,1 juta hektare yang dikuasai kembali berpotensi menyimpan 1,7–2,8 miliar ton CO2e, senilai ribuan triliun rupiah di pasar karbon global.

Namun, kerugian akibat perambahan selama puluhan tahun lebih besar; hilangnya cadangan karbon, keanekaragaman hayati, dan fungsi hidrologis. Kredibilitas pasar karbon Indonesia pun dipertaruhkan. Tanpa penyelesaian menyeluruh, potensi transaksi bisa ditolak pasar internasional karena integritas data emisi diragukan.

Apalagi pengalaman menunjukkan penegakan hukum kerap melemah di hadapan pemilik modal besar. Maka jika siklus itu berulang, langkah penertiban akan kembali mandek.

Selain itu, ada kompleksitas sosial dimana banyak masyarakat lokal yang menggantungkan hidup pada sawit dan tambang rakyat. Fenomena ini lazim ditemukan di Kabupaten Musi Banyuasin, Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan, dan Kabupaten Seruyan Kalimantan Tengah. Masyarakat setempat yang berdampingan dengan konsesi sawit umumnya membentuk kemitraan menjadi kelompok petani plasma.

Pemerintah menyiapkan desain tata kelola yang khusus, kelompok masyarakat itu akan diarahkan memanfaatkan sistem koperasi atau skema perhutanan sosial agar asas keadilan terjaga.

Poin ini menunjukkan negara membentuk kemandirian petani secara langsung dan tepat sasaran, agar mereka tak tergantung dengan perusahaan inti yang rentan manipulatif.

Akan tetapi, sistem koperasi dan dukungan pemerintah tidak diberikan begitu saja. Presiden agaknya sudah sangat paham dimana celah yang dapat dimanfaatkan para pelanggar hingga menginstruksikan Panglima TNI dan Kapolri atau pimpinan otoritas terkait lain untuk menerapkan strategi khusus saat mengawasi aktivitas perkebunan masyarakat agar tidak disusupi oknum.

Dalam ketentuannya keterlibatan masyarakat lokal penting dalam skema karbon global. Tanpa partisipasi mereka, proyek berisiko dianggap melanggar hak sosial atau gagal memperoleh sertifikasi internasional.


Momentum dan tantangan

Indonesia memiliki hutan tropis terluas ketiga di dunia dengan cadangan karbon sangat besar. Komitmen menurunkan emisi 31,89 persen secara mandiri pada 2030 hanya bisa tercapai bila sektor kehutanan dan energi benar-benar dibenahi. Maka penertiban sawit dan tambang ilegal bisa menjadi momentum memperkuat tata kelola lingkungan.

Namun, risiko kehilangan tetap nyata bila kebijakan tidak konsisten. Lahan yang sudah dikuasai negara harus dijaga agar tidak kembali disalahgunakan. Tambang yang ditutup pun bisa beroperasi lagi bila hukum melemah.

Bursa karbon nasional (IDXCarbon) mencatat volume transaksi 1,59 juta ton ekuivalen CO2 per 8 Agustus 2025, naik 247 persen sejak 2023. Meski tumbuh, angka ini masih kecil dibanding potensi Indonesia. Harga karbon domestik yang rendah membuat investor asing menahan diri.

Karena itu, tantangan terbesar ada pada implementasi pemulihan lahan, pelibatan masyarakat, dan pemenuhan standar internasional. Tanpa pengawasan ketat, kepastian regulasi dan keberanian menindak pelanggar hukum tanpa pandang bulu, ribuan triliun rupiah potensi ekonomi karbon hanya akan tinggal di atas kertas.

Atau bahkan jika berhenti pada retorika politik eksistensialisme maka pesan tegas menertibkan masalah laten sawit dan tambang itu hanya akan tercatat sebagai pidato perdana yang menggema sesaat tanpa meninggalkan perubahan nyata.

Sebaliknya, bila momentum ini dijaga dengan konsisten, transparan, dan berpihak pada rakyat, Indonesia berpeluang menjadi pemain kunci perdagangan karbon global sekaligus menyelamatkan ekosistem yang kian tergerus.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article