Jakarta, CNBC Indonesia - Persaingan industri properti Tanah Air disebut semakin berat, terutama bagi pemain baru yang ingin menembus pasar besar yang selama ini dikuasai pengembang lama. Kondisi ini dipengaruhi struktur biaya yang sudah tidak seimbang, terutama terkait perolehan lahan.
Co-Founder & Chief Executive Officer PT Leads Property Services Indonesia Hendra Hartono mengungkap alasan historis yang membuat developer besar sangat sulit disaingi.
"Sebelum 98 intinya zaman dulu orang bisa pinjam uang di bank untuk membebaskan lahan. Namun sekarang kalau kita mau pinjam uang di bank nggak bisa kalau cuma untuk membebaskan lahan. Nggak ada lagi yang mau kasih. Zaman dulu bisa sebelum tahun 98, sehingga mereka punya land bank yang sangat besar," ujar Hendra dikutip Senin (8/12/2025)
Perubahan aturan perbankan membuat pengusaha properti generasi baru harus menanggung beban biaya lebih besar sejak awal. Sementara itu, pengembang lama sudah mengamankan lahan mereka di era ketika harga tanah masih rendah dan akses permodalan lebih mudah. Kondisi ini memunculkan jurang kompetitif yang semakin sulit dijembatani oleh pemain baru.
"Jadi kalau ditanya lagi gimana nih ke depannya untuk pengusaha baru bersaing? Sulitnya begitu. Jadi kalau developer asing masuk, misalnya mau kerja sama dengan pengembang lokal, mereka sudah untung duluan, pengembang lokalnya dari harga tanah. Karena sudah meninggi dari tahun 98," ujarnya.
Pengembang asing yang masuk ke Indonesia juga menghadapi hambatan serupa. Mereka harus membeli lahan dengan harga yang sudah melejit sejak krisis 1998, sementara margin keuntungan baru bisa diraih ketika proyek selesai dan terjual. Kondisi tersebut membuat model bisnis mereka sulit bersaing dengan pengembang lokal yang sudah mengantongi keuntungan dari selisih nilai tanah.
"Sementara pengembang asing baru masuk, baru untung di belakang ketika terjadi penjualan. Makanya kenapa mereka nggak bisa kompetitif tuh. Pengembang asing rata-rata di Indonesia tidak terlalu untung. Pengembang lokalnya udah untung duluan dari harga tanah aja. Karena sudah meninggi dari 98," ungkapnya.
Hampir semua pemain properti yang sudah mengakumulasi lahan sebelum 1998 berada dalam posisi sangat menguntungkan. Nilai tanah yang terus naik membuat mereka secara otomatis memperoleh keuntungan besar hanya dari kenaikan harga aset, bahkan tanpa mengembangkan apa pun. Fenomena inilah yang menyebabkan gap besar antara developer lama dan pendatang baru.
"Pokoknya semua pemain properti yang sudah investasi di properti sebelum 98 pasti untung. Makanya mereka nggak usah apa-apa, jemur tanahnya aja untung," sebutnya.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]

9 hours ago
2


























:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5378185/original/075981100_1760216848-AP25284735312485.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5378189/original/057508300_1760218015-AP25284765147801__1_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5373515/original/005480400_1759823965-WhatsApp_Image_2025-10-07_at_14.42.51.jpeg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5378190/original/039584900_1760218805-haaland_norwegia_israel.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5379757/original/042945100_1760361661-1.jpg)





:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5149557/original/032636000_1740992613-non-explicit-image-child-abuse.jpg)