KOMISI Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang atau RUU Pengasuhan Anak sebagai solusi sistemik untuk melindungi anak-anak dalam keluarga rentan. Desakan ini menyusul kasus kematian balita bernama Raya akibat cacingan kronis, di Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Sukabumi, Jawa Barat.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
KPAI menyoroti bahwa keluarga Raya hidup dalam kondisi yang rentan. Sang ibu disebut mengalami gangguan jiwa, ayahnya sakit tuberkulosis, sementara pengasuhan sehari-hari lebih banyak dilakukan oleh nenek.
“Kondisi ini menunjukkan adanya kekosongan kebijakan bagi anak-anak yang berada dalam pengasuhan keluarga dengan orang tua ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) atau memiliki keterbatasan," kata Wakil Ketua KPAI Jasra Putra, dikutip dari keterangan tertulis pada Jumat, 22 Agustus 2025. "Negara seharusnya hadir tanpa hambatan administrasi.”
Rancangan undang-undang ini, menurut dia, akan memastikan ada intervensi negara ketika anak berada dalam pengasuhan keluarga rentan. Dengan begitu, peristiwa yang menimpa Raya tidak terulang.
Adapun Raya menghembuskan nafas terakhirnya setelah tidak mendapat layanan kesehatan dan bantuan sosial lantaran tidak memiliki nomor kependudukan. Ketidaklengkapan administrasi ini, ujar Jasra, membuat keluarga tidak dapat mengakses berbagai program perlindungan sosial pemerintah.
Raya sempat dirawat pada 13-22 Juli 2025 karena cacingan kronis. Namun, Jasra menyebutkan, seluruh biaya perawatan sebesar Rp 23 juta harus ditanggung sendiri oleh keluarganya dengan bantuan pegiat sosial. Padahal, kata dia, semestinya berbagai program negara di bidang kesehatan dan perlindungan sosial dapat diakses tanpa hambatan.
KPAI pun berpendapat pengesahan RUU Pengasuhan Anak penting agar faktor administratif seperti tidak adanya nomor kependudukan tak menjadi penghalang anak mengakses hak-haknya. Tak hanya itu, dengan adanya produk legislasi tersebut juga bisa mendorong peran aktif RT/RW dan desa dalam memantau keluarga rentan.
“Lonceng meninggalnya Raya harus menjadi panggilan kemanusiaan. Negara, pemerintah daerah, masyarakat, dan semua pihak harus memastikan perlindungan anak berjalan tanpa diskriminasi,” tutur Jasra. Ia berharap kasus Raya menjadi momentum bagi negara untuk memastikan tidak ada lagi anak yang kehilangan nyawa karena kelalaian sistem.