Tahanan Ngeluh Layanan Kesehatan di Rutan KPK Lambat Sampai Ada yang Meninggal

2 hours ago 1

Jakarta -

Terpidana mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan, dihadirkan secara virtual dari Lapas Sukamiskin, sebagai saksi kasus dugaan pungutan liar (pungli) di Rutan KPK. Yoory mengeluh layanan kesehatan di Rutan KPK lambat bahkan sampai ada tahanan yang meninggal dunia.

Mulanya, Yoory mengatakan dirinya mengumpulkan uang sebesar Rp 80 juta saat menjadi korting pungli di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur. Yoory menggantikan terpidana kasus korupsi pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BCSS) di Bakamla RI pada TA 2016, Juli Amar Ma'ruf, yang dieksekusi ke Lapas Sukamiskin.

"Waktu Bapak jadi koordinator, bapak kan sempat sebulan ya Pak. Berapa uang yang terkumpul itu?" tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (23/9/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sekitar Rp 70 juta lebih, karena waktu orang cuman sedikit waktu saya," jawab Yoory.

"Ini Bapak pernah menerangkan di BAP bapak nomor 17, jumlahnya Rp 80 juta ya Pak?" tanya jaksa.

"Iya, kurang lebih segitu," jawab Yoory.

Jaksa lalu menanyakan keuntungan yang diperoleh Yoory saat menjadi korting. Yoory mengklaim bersedia ditunjuk sebagai korting karena alasan kemanusiaan.

"Terus keuntungan Bapak apa dong menjadi koordinator ini Pak?" tanya jaksa.

"Nggak ada Pak, susah malah saya sekarang. Niat saya membantu teman-teman, niat saya juga karena peri kemanusiaan dengan teman-teman ternyata saya di beginikan, malah keluarga saya jadi marah setelah ada berita-berita saya malak teman-teman, itu fitnah buat saya," jawab Yoory.

Yoory mengaku ingin membantu tahanan lainnya hingga bersedia menjadi korting. Dia menyebut hal itu karena layanan kesehatan di Rutan KPK lambat bahkan ada tahanan yang meninggal yakni mantan Direktur Teknik Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno.

Sebagai informasi, Hadinoto Soedigno meninggal dunia pada Minggu (19/12/2021). Hadinoto dinyatakan meninggal sekitar pukul 14.00 WIB di RS Abdi Waluyo.

"Itu semata-mata hanya menolong teman-teman yang sakit, bahkan ada yang meninggal di dalam karena tindakan untuk memberikan bantuan kesehatan itu sangat sangat lama, lambat. Almarhum Pak Hadinoto, Pak Maskur Husain juga hampir meninggal di dalam," sambung Yoory.

Jaksa kemudian mencecar Yoory apakah lambatnya bantuan kesehatan karena tidak membayar pungli. Yoory mengaku tidak tahu.

"Ini meninggalnya apa ada keterkaitan tidak langsung karena tidak membayar Pak?" tanya jaksa.

"Saya tidak tahu ya Pak, cuman saya tahu respons itu sangat lama, beliau sudah sakit, sampai mohon maaf, buang air besar sambil jalan. Kita yang bersihin semuanya, berkali-kali. Sama Maskur Husain juga seperti itu, dua kali beliau hampir meninggal di dalam. Kalau tidak ada yang membantu mereka, kalau tidak ada yang mau ditunjuk sebagai koordinator atau apalah namanya, saya juga nggak ngerti apa yang akan terjadi di dalam," ujar Yoory.

Yoory mengatakan ada juga perkelahian di Rutan KPK. Dia mengklaim tidak mendapat keuntungan saat menjadi korting.

"Belum lagi perkelahian. Saya sempat memisahkan teman saya yang berkelahi saja, saya sempat kena pukul juga. Jadi kalau bapak bilang apa keuntungannya buat saya, nggak ada Pak. Saya hanya melihat teman-teman saya lagi susah, saya juga lagi susah, saya ingin menolong mereka tapi pada akhirnya malah menyusahkan saya seperti ini sekarang," kata Yoory.

Seperti diketahui, sebanyak 15 mantan pegawai KPK didakwa melakukan pungli di lingkungan Rutan KPK. Praktik pungli terhadap para narapidana di Rutan KPK itu disebut mencapai Rp 6,3 miliar.

Perbuatan itu dilakukan pada Mei 2019 hingga Mei 2023 terhadap para narapidana di lingkungan Rutan KPK. Perbuatan itu bertentangan dengan ketentuan dalam UU, peraturan KPK, hingga peraturan Dewas KPK.

Jaksa mengatakan perbuatan 15 eks pegawai KPK itu telah memperkaya dan menguntungkan diri sendiri dan orang lain. Jaksa meyakini mereka melanggar Pasal 12 huruf e UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

"Telah melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain," ujar jaksa.

Berikut 15 terdakwa kasus ini:

1. Deden Rochendi
2. Hengki
3. Ristanta
4. Eri Angga Permana
5. Sopian Hadi
6. Achmad Fauzi
7. Agung Nugroho
8. Ari Rahman Hakim
9. Muhammad Ridwan
10. Mahdi Aris
11. Suharlan
12. Ricky Rachmawanto
13. Wardoyo seluruhnya
14. Muhammad Abduh
15. Ramadhan Ubaidillah

(mib/whn)

...
Read Entire Article